image from : blazer-jacket.com
Bagian pakaian kulit yang cacat akan terlihat jelas berupa noktah ataupun garis bergelombang yang tidak beraturan. Masalah ini muncul setelah pakaian kulit dibersihkan.
Ada cacat pada kulit yang memang “dari sononya” kata orang Betawi, asli bawaan dari hewan ketika masih hidup, sementara ada juga yang cacat yang disebabkan guratan-guratan urat. Cacat tersebut umumnya terlihat seperti bintik-bintik putih atau garis-garis tipis di kulit, kadang-kadang juga ada yang disertai lobang. Guratan-guratan urat tersebut terjadi sesuai dengan pola sistim peredaran darah hewan yang bersangkutan.
Pada saat masih hidup, maka tentu hewan pernah mengalami luka, memar, terserang penyakit, digigit serangga dan sebagainya. Setelah sembuh dari suatu luka, tentu ada bekas pada kulitnya.
Pemilahan yang dilakukan oleh pabrik pembuat pakaian kulit, yaitu kulit yang bagian permukaannya banyak cacat, maka kulit tersebut akan dibalik sehingga yang dijadikan pakaian adalah kulit bagian dalamnya (disebut suede). Sedangkan permukaan kulit bagian luar (disebut leather) yang mulus akan langsung dibuat pakaian.
Sementara itu permukaan kulit yang ada guratan-guratan urat atau ada goresan-goresan lain, ditutup dengan zat kimia tertentu.
Masalah kecacatan kulit ini hanya dapat dicegah dengan pemilihan kulit yang teliti dari saat awal proses pemberian warna sampai dengan penyelesaiannya menjadi produk jadi.
Produsen pakaian kulit tentu yang harus bertanggung jawab memilih dan memilah kulit yang ada bekas luka atau ada guratan urat, dan menutupinya dengan zat khusus yang tahan lama agar kulit bisa selalu tampak bersih.
Kecacatan kulit (yang memang asli sudah terjadi “dari sononya” ) yang kembali terlihat setelah pakaian dicuci, tidak akan dapat dihilangkan dengan cara apapun.
Referensi : Buletin IFI, November 1998
Editing by H. Santosa Budhi HP CLM MBALaundry Trainer & Expert Laundry