Pendahuluan :
Banyak pakaian denim (jean) yang diproses cuci dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah khusus untuk memberi penampilan yang mengesankan bahwa pakaian seakan-akan sudah usang. Proses pencucian pakaian secara stonewash adalah cara untuk menciptakan “keusangan” pada bahan denim dengan menjadikan bagian-bagiannya ada yang terlihat lebih gelap atau lebih terang, tetapi ada juga yang memudarkan keseluruhan warna pakaian. Sistim stonewash juga dapat menambah kelembutan dan fleksibilitas kain yang semula kaku dan rigid seperti kanvas.
Populer pada sekitar trend fashion tahun 1980-an. Tahun 2000-an, celana jeans stonewash dibuat lebih lusuh lagi penampilannya dengan diberi lubang-lubang, atau diberi berjumbai pada bagian tepinya dan pemudaran warnanya dibuat lebih bervariasi dengan memakai teknik pencucian yang dikenal dengan sebutan “sandblasting”.
Pada awalnya, cara pencucian stonewash adalah dengan menggunakan batu apung, yang mana batu apung tersebut akan mengikis permukaan serat benang sehingga menghasilkan tampilan yang mensimulasikan seakan-akan pakaian tersebut sudah dipakai lama. Proses pengerjaannya menggunakan berbagai jenis dan ukuran batu apung, tergantung jenis penampilan yang diinginkan. Cara ini adalah jenis proses pencucian yang mengandalkan aksi mekanis, yang dilakukan justru setelah pakaian jadi (bukan selagi masih berupa lembaran kain, sebagaimana lazimnya).
Donald Freeland, seorang karyawan dari perusahaan pakaian jadi Great Western Garment (yang kemudian diakuisisi oleh Levi Strauss & Co), menemukan sistim “stonewash” untuk bahan denim pada tahun 1950. Selain itu ada juga penemu lain bernama Claude Blankiet juga telah mengklaim menemukan teknik stonewash ini pada tahun 1970. Sedangkan perusahaan pakaian jean Edwin, mengklaim telah menemukan teknik sejenis pada tahun 1980.
Sekarang, proses stonewash sudah tidak lagi hanya memakai batu apung saja, tetapi juga sudah menggunakan enzim atau kombinasi antara enzim dan batu apung. Enzim selulosa berbasis zat kimia asam (acid) adalah jenis yang paling umum digunakan. Enzim ini bekerja sebagai hidrolisis dari selulosa dan zat warna indigo (nila) pada permukaan bahan denim, yaitu dengan membantu melonggarkan zat pewarna pakaian, selain juga berfungsi untuk melembutkan bahan denim. Proses kimia ini disebut “bio-stoning.” Enzim mempercepat abrasi dari serat benang pada yang pakaian yang berat, jika digunakan bersama dengan batu apung (pumicestones).
Hal-hal positif jika memakai enzim adalah : dapat meningkatkan produksi dan mengurangi pemakaian batu apung dalam mesin cuci, sehingga mengurangi dampak keausan mesin, mengurangi abrasi pada pakaian, mengurangi jumlah tenaga kerja secara intensif, dan membantu menciptakan hasil kerja yang lebih konsisten.
Ada beberapa proses berbeda yang digunakan untuk memudar berbagai jenis pakaian. Jenis pakaian berbahan katun dengan anyaman kepar yang berukuran berat dan sedang, umumnya diproses cuci stonewash dengan kombinasi batu apung dan enzim. Sedangkan jenis-jenis pakaian ringan seperti denim tencel dan denim stretch (yang dijarangkan anyamannya), blus juga kemeja dapat diproses cuci stonewash dengan hanya menggunakan enzim saja. Enzim lebih tepat untuk jenis pakaian yang bobotnya yang lebih ringan, karena jika memakai batu apung maka pakaian tersebut bisa rusak.
Jamur jenis trichoderma juga biasa digunakan dalam proses “stonewash” sehingga memungkinkan untuk menampilkan karakteristik bahan jean. Karena jamur ini dapat menguraikan selulosa dengan enzim yang dihasilkannya, setelah dicuci dengan batu apung tersebut.
Sedangkan pencucian pakaian denim yang dicuci dengan sistim “acid-wash”, yaitu dicuci dengan batu apung dan klorin kemudian diputihkan sampai hampir berwarna putih, ditemukan di Italia oleh perusahaan jeans “Rifle”. Sistim acid wash celana jeans kembali popular pada akhir tahun 2000an di kalangan gadis-gadis remaja.
Akibat Stonewash Pada Kain :
Sistim pencucian stonewash dapat berakibat yang merugikan pada kain, jika prosesnya tidak dilakukan dengan benar. Karena sistim pencucian stonewash adalah sistim pencucian memakai zat kima yang bersifat alkalis untuk merubah bentuk pakaian (desizing), zat kimia yang bersifat asam, batu apung, dan perlu aksi mekanis yang kuat dari mesin cuci. Proses pemutihan dengan zat kimia hipoklorit atau zat kimia peroksida juga adalah bagian dari proses stonewash. Kerusakan-kerusakan dapat terlihat dalam berbagai bentuk, yaitu berupa lubang-lubang kecil, robekan-robekan, lubang-lubang besar atau kerapuhan pada seluruh permukaan pakaian dapat terjadi karena proses pencucian yang tidak tepat. Kerusakan-kerusakan juga bisa terjadi di bagian pakaian yang tebal atau “bagian yang menonjol” akibat abrasi karena dapat menyimpan bahan kimia yang digunakan dalam proses pencucian lebih banyak dibandingkan bagian pakaian yang lain.
Masalah utama yang umum terjadi pada pakaian yang dicuci stonewash adalah berkurangnya kekuatan serat benang setelah proses pencucian. Tingkat kehilangan kekuatan serat benang tersebut dapat diminimalkan jika pH air yang benar dapat dipertahankan sepanjang proses pencucian. Selain itu juga, suhu yang terlalu tinggi akan merusak serat spandex. Oleh karena itu, pada saat pengeringan sebaiknya suhu maksimal adalah 80 derajat Celcius, untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan elastisitas serat benang.
Kesimpulan :
Stonewash adalah proses pencucian pakaian denim dengan memakai batu apung dan bahan kimia untuk menghasilkan tampilan khusus agar pakaian tampak usang. Awalnya, yang digunakan untuk mencuci adalah batu abrasif. Namun saat ini, proses pencucian stonewash pakaian denim dapat dilakukan dengan menggunakan enzim selulosa yang diformulasikan khusus yang dikenal sebagai bio-stoning. Batu apung yang digunakan bersama enzim dalam proses pencucian stonewash jumlahnya lebih sedikit, sehingga kerusakan pakaian yang diakibat oleh batu apung dapat dikurangi. Sistim stonewash selain dapat menghasilkan penampilan usang yang diinginkan, juga dapat memberikan efek negatif pada pakaian, terutama yang menyangkut kekuatan serat benangnya. Kerusakan pakaian hanya akan dapat diminimalisir, jika pengaturan pH air, suhu, dan aksi mekanisnya dilakukan dengan tepat.
Editing by H. Santosa Budhi HP C.L.M, M.B.ALaundry Trainer & Expert Laundry